Tuesday, February 26, 2008

Menuju Gerakan Sosial pembebasan






Oleh: Husain Assa'di

Perspektif Word System Theory menyumbang sebuah cara pandang mengenai tata dunia yang sekarang ada. Ada tiga level negara pasca runtuhnya sosialisme Uni Soviyet. Menurut Wallerstein negara terbagi menjadi tiga level yaitu Negara maju, negara berkembang dan negara-negara yang ‘naik kelas’ menuju negara maju. Friedman (1999) dengan tandas menyatakan ketiga level ini mempuyai arah pengaruh dari atas ke bawah. Maksudnya, sistem yang berkembang di dunia ketiga didesak oleh kekuatan western global world yang sangat menekan melalui ekspansi-ekspansi sistem pengetahuan barat lewat Transnational Knowlegde System (TNKs), sistem ekonomi yang melaju seiring perluasan kapital dari Transnational corporations (TNCs), dan kekuatan kolaborasi antar negara melalui apa yang disebut dengan Transnational State System (TNSs). Kapitalisme dengan tiga kekuatan diatas mencengkram dan mendominasi begitu kuat seluruh sendi kehidupan dunia ketiga. Robinson (2001), mengemukakan lebih jauh bahwa kapitalisme menyebabkan kelumpuhan total kawasan periferal melalui dua cara, yaitu ekspansi kolonialisme di era penjajahan dan ekspansi globalisme di era modernisasi. Sebagaimana dikemukakan:

“The capitalist system since its inception has been expanding in two directions, extensively and intensively. The final phase of capitalism’s extensive enlargment started with the wave of colonization of the late nineteen and early twentieth century and concluded in the 1990s with the reincorporation of the former soviet bloc and thirdworld revolutionary countries. Under globalization, the system is undergoing a dramatic intensive expansion. Globalization is creating uneven spaces that support material basis for human societies and is changing the whole institutional organization array.”

Hasil akhir dari bekerjanya sistem-sistem pengaturan ala kapitalisme dan globalisme adalah apa yang dikonseptualisasikan sebagai pengaturan-pengaturan berbasiskan kesepahaman antar bangsa (antar negara) dengan apa yang disebut sebagai Transnational States (TNSs). Dalam konsep TNSs, kedaulatan negara dunia ketiga terkooptasi dan terkolonisasi oleh kekuatan politik antar negara yang berjejaringan secara transnasionalitas, dimana keputusan-keputusan yang diambil seringkali merugikan kepentingan negara-negara periferal. Castel (2001) mengemukakan bahwa globalisme telah menghempaskan bencana ekonomi, politik, dan budaya menuju sebuah cengkeraman hegemoni kapitalisme.

Pada titik inilah bangsa-bangsa periferal, termasuk Indonesia mengalami tragedi multidimensi seperti saat ini.

Indeks Pencapaian Teknologi

60 dari 72 Negara (UNDP, 2001)

Rasio Tenaga Peneliti

0,5 per 1000 pekerja

Kepemilikan Televisi

153/ 1000 orang

Kepemilikan Komputer

11,9 dari 1000 orang (world Bank, 2004)

Pengguna Internet

39/1000 orang ; Di AS (553/1000 orang), Thailand (78/1000 orang), Singapore (504/1000) (world bank, 2004)

Indeks Daya Saing

72 dari 102 (WEF, 2004)

Indeks Pembangunan MAnusia

112 dari 175 negara yang disurvei (UNDP, 2003)

Belanja Pendidikan

0,93 % GDP (IMD, 2003)

Tingkat Inflasi Sampai Desember 2005

(diperkirakan) 18 % -Sumber Siaran Pers BI

Jumlah angkatan kerja

106 juta (BPS, 2005)

Tingkat PEngangguran

9,86 % (10, 8 juta penagguran terbuka dan 29,6 juta pengangguran setengah terbuka)- BPS 2004

JUmlah Penduduk Miskin

61, 3 juta penduduk atau 15, 325 Juta penduduk (Data BPS versi Bulan Februari 2005)

Jumlah Penduduk miskin Perdesaan

41 Juta (BPS, 2005)

Jumlah Penduduk Miskin PErkotaan

20.3 juta (BPS, 2005)

Rasio penduduk perdesan/perkotaan

122,7 juta : 94.3 atau 56 : 44 (BPS, 2005)

Pendapatan Perkapita Indonesia

$ 830 /tahun atau $69/bulan= Rp. 690.000/bulan (statistic Indonesia 2003)

Indeks Korupsi dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) 2005

Indeks 9,44 (dari skala 10, dengan 0 paling bersih dan 10 paling korup)

PEringkat Korupsi

Peringkat ke 6 terkorup dari 156 negara (survei Tahunan TII, 2005)

School life expectancy and transition from primary to secondary for school years 1998/99 and 1999/00

Negara ke 75 dengan penduduk terdidik Source : http://www.nationmaster.com

Civil and political liberties-Index Ranging from 7 (High Levels of Liberties) to 1 (Low)This is the average of two indicators - civil liberties and political liberties

Negara ke 73 ( skor 3,5) Source : http://www.nationmaster.com

IPM rata-rata nasional meningkat dari 64,3 pada tahun 1999 menjadi 65,8 pada tahun 2002.

Konsentrasi penduduk sekitar60 persen ada di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,7 persen dari wilayah Indonesia (BPS, 2005)

199 kabupaten dari 440 kabupaten/kota di Indonesia, yang merupakan daerah tertinggal. Dua puluh diantaranya merupakan kawasan-kawasan perbatasan (Pidato Presiden di Hadapan DPD, Agustus 2005)

proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dari 35,9 persen di tahun 1995, menjadi 48,3 persen di tahun 2005 (BPS, 2005)

Data kemiskinan BKKBN tahun 1998 sebesar 17,17 persen dari total keluarga. Angka ini meningkat menjadi 27,99 persen (1999), 30,78 persen (2000), 30,52 persen (2001), dan mencapai 31 persen pada tahun 2002 yang merupakan data terakhir. Adapun data BPS menurun dari 24,2 persen tahun 1998, 23,5 persen (1999), 19,4 persen (2000), dan terus menurun hingga mencapai 17,92 persen tahun 2003.

Data Bank Dunia yang disajikan dalam CGI Brief tahun 2003 menunjukkan bahwa pada tahun 2002 sebesar 7,4 persen penduduk berpendapatan sehari di bawah 1 dolar AS. Jika garis kemiskinan digeser ke atas menjadi 2 dolar AS per hari, jumlah penduduk miskin akan menjadi sebesar 53,4 persen.

Pertanyaannya adalah, bagaimana menyelesaikan masalah ini? dalam tingkat lokal, nasional, regional dan global. Dari mana masalah ini bisa diselesaikan?

Alain Touraine dan Manuel Castel (1985) menyebut beberapa tipologi alternatif untuk keluar dari masalah di atas. Hal ini di gambarkan sebagai berikut:


Emergent group identity (Vision)

(Low-> Hi)

Emergent Anti-institutional Awareness

(Low-> Hi)

Revolutionary movement

Social Liberation

Cultural Movement

Proffesional reform movement

Dari keempat tipologi diatas, John Hannigan menyebut bahwa Social Liberation, memiliki daya dorong yang paling tinggi untuk sebuah perubahan. Pembebasan sosial adalah gerakan yang visioner dan mendasar. Oleh karenanya bila ingin keluar dari jeratan kapitalisme global bangsa-bangsa yang terjerat dalam kungkungan kapitalisme mestinya tidak berjuang lewat jeratan yang ada dan visi ideologi yang dihasilkan dari ideologi ini.

Yang terpenting atas masalah ini adalah pilihan metode perjuangan atas masalah yang dihadapi oleh dunia saat ini. Jebakan demokrasi yang dipaksakan di dunia ketiga merupakan agenda untuk membungkam gerakan pembebasan menuju kekuasaan.

Bacaan Lebih Lanjut :

Harper, C.L. 1989. Exploring Social Change. Prentice Hall. New Jersey

Robinson. W.I. 2001. Social Theory and Globalization: The Rise of Transnational State. Theory and Society.

Castel,S. 2001. Studying Social Transformation. International Political Science Review.

Friedman.1999. Indigenous Struggles and discreet Charm. Journal of Wolrd System Research.

www.css-jordan.org

data pendukung undp, dll

Monday, February 25, 2008

mulai dari nol kilometer


saya hanya ingin memulai tulisan ini dengan cerita sederhana, tapi sederhana itupun sulit, bahkan ada teman yang mengatakan bahwa kesederhaan adalah hasil dari kesulitan tingkat tinggi. ah... tidak peduli, yang penting saya menulis, kalau tidak sekarang, kapan lagi.
Sejatinya, tidak terbayangkan sebelumnya kalau hidup ini menjanjikan banyak hal, bahwa hidup juga memberikan resiko, kata ulrich beck, kita sekarang pada berada pada masyarakat berisiko tinggi (hi-risk society), atau persis seperti kata anthony gidden kalau kita tengah berada dalam lingkaran truk besar jurgennolt yang lepas kendali, yang kemungkinan akan menabrak apa saja. dan bisa jadi nabrak harapan-harapan kita. Pernah ada milyader yang tewas karena helikopter pribadinya menabrak helipad gedung tertinggi miliknya. ada juga pedagang asongan yang menang SDSB (kala itu) dengan hadiah 1 milyar. suka-sedih, miskin-kaya, tangis-tawa, adalah dua sisi yang selalu beradu padu.
kata orang tua saya, kalau ada musibah sabar, kalau mendapat anugerah bersyukurlah. dua keadaan dengan dua cara mengatasinya, sederhana, tapi mungkin tidak sesederhana kalau menghadapinya.
Jadi yang penting bukan realitas keadaan yang dihadapi, tapi cara menghadapi. ada yang bilang kegagalan ada sukses yang tertunda, tapi kesuksesan juga merupakan kegagalan yang tertunda, keduanya bersua sapa sampai titik penghabisan hidup. sehingga cita-cita untuk menjadi lebih baik pada akhirnya harus dimulai saat ini, dari hal yang kecil, dan siapa lagi kalau bukan dari diri sendiri (begitu nasihat AA Gym). berarti, kebaikan harus segera diawali, diawali dengan kebaikan, dijalankan dengan kebaikan, dan dimaksudkan untuk kebaikan. sehingga kebaikan-kebaikan akan menuai kebaikan yang lain. jika demikian adanya, maka keberkahan sudah menuai hasilnya.